Pikiran Negatif, Apa Sajakah Itu?

Dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan, sering kali kita justru dihambat oleh adanya pikiran-pikiran negatif yang ada dalam diri kita. Bagaimana caranya menghalaunya? Tentu saja langkah pertama adalah mengenali dulu apa saja pikiran-pikiran negatif yang sering datang dalam diri kita.

Ada beberapa jenis-jenis pikiran negatif tetapi yang paling sering misalnya “all or none”. Jadi, ibaratnya kita seperti saklar lampu, kalau ya semua baru “on”, kalau tidak lebih baik tidak usah. Sering kali kita punya rencana yang terlalu detail, menyangkut banyak hal. Nah, ketika ada satu halangan kemudian kita menghitungnya sebagai sebuah kegagalan. Ketika tidak semua terwujud, misalnya kita punya tujuh-delapan rencana atau harapan ketika kita mendapatkan enam kita pikir kita gagal.Jadi itu pikiran yang “all or none”, seringkah kita mengalaminya?

Yang kedua adalah pikiran yang selalu mengatakan “seharusnya” atau “harusnya”. Dalam kehidupan ini sebetulnya kita punya banyak opsi, kalau tidak A, B atau C tetapi kita terlalu keras pada diri kita sehingga ketika menghadapi sesuatu kita selalu menuntut diri kita: “Saya harusnya seperti ini”, “semestinya bisa seperti ini” sehingga kemudian diri kita menjadi down atau kecewa.

Ketiga, pikiran negatif yang sering muncul adalah “labeling”. Seringkali ketika kita menghadapi sesuatu, kita buru-buru melabeli diri kita dengan ungkapan yang sesungguhnya tidak benar, misalnya ketika sekali-dua kali kita terlambat saat menjemput anak kita langsung melabeli “Wah, saya adalah ibu yang buruk”, “saya adalah ayah yang buruk”. Ketika kita misalnya dari sepuluh kasus, satu kasus kita menjadi telat kemudian kita melabeli diri kita sebagai jam karet dan lain sebagainya. Dan kita merasa gagal.

Keempat, pikiran negatif lainnya yaitu “Minimizing” atau pun justru sebaliknya “Maximizing”. Jadi seringkali kita justru mengurangi nilai diri kita, misalnya dalam sebuah konsultasi seorang klien berkata “Apa sih saya Dok, saya khan cuma ibu rumah tangga, saya harus seperti ini, harus seperti itu. Bagaimana cara saya menghadapi masalah?” Ungkapan seperti itu menunjukkan kita seakan-akan tidak mempunyai kemampuan, padahal setelah wawancara seringkali kita bertemu yang katanya dia hanya seorang ibu rumah tangga sudah menyelesaikan banyak hal terkait permasalahan kehidupan yang pernah dihadapi. Kebalikan dari “Minimizing” adalah “Maximazing” yakni membesar-besarkan masalah.

Seringkali klien datang pada saya sudah dengan ungkapan “Hidup saya hancur”. Ketika kami melakukan wawancara ternyata yang dimaksud hidupnya hancur adalah pekerjaannya menemui halangan. Ia lupa bahwa keluarganya sehat, fisiknya sehat, dan banyak hal yang bisa disyukuri. Jadi, kita yang masih suka membesarkan masalah.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan, sering kali kita justru dihambat oleh adanya pikiran-pikiran negatif yang ada dalam diri kita. Bagaimana caranya menghalaunya? Tentu saja langkah pertama adalah mengenali dulu apa saja pikiran-pikiran negatif yang sering datang dalam diri kita.

Ada beberapa jenis-jenis pikiran negatif tetapi yang paling sering misalnya “all or none”. Jadi, ibaratnya kita seperti saklar lampu, kalau ya semua baru “on”, kalau tidak lebih baik tidak usah. Sering kali kita punya rencana yang terlalu detail, menyangkut banyak hal. Nah, ketika ada satu halangan kemudian kita menghitungnya sebagai sebuah kegagalan. Ketika tidak semua terwujud, misalnya kita punya tujuh-delapan rencana atau harapan ketika kita mendapatkan enam kita pikir kita gagal.Jadi itu pikiran yang “all or none”, seringkah kita mengalaminya?

Yang kedua adalah pikiran yang selalu mengatakan “seharusnya” atau “harusnya”. Dalam kehidupan ini sebetulnya kita punya banyak opsi, kalau tidak A, B atau C tetapi kita terlalu keras pada diri kita sehingga ketika menghadapi sesuatu kita selalu menuntut diri kita: “Saya harusnya seperti ini”, “semestinya bisa seperti ini” sehingga kemudian diri kita menjadi down atau kecewa.

Ketiga, pikiran negatif yang sering muncul adalah “labeling”. Seringkali ketika kita menghadapi sesuatu, kita buru-buru melabeli diri kita dengan ungkapan yang sesungguhnya tidak benar, misalnya ketika sekali-dua kali kita terlambat saat menjemput anak kita langsung melabeli “Wah, saya adalah ibu yang buruk”, “saya adalah ayah yang buruk”. Ketika kita misalnya dari sepuluh kasus, satu kasus kita menjadi telat kemudian kita melabeli diri kita sebagai jam karet dan lain sebagainya. Dan kita merasa gagal.

Keempat, pikiran negatif lainnya yaitu “Minimizing” atau pun justru sebaliknya “Maximizing”. Jadi seringkali kita justru mengurangi nilai diri kita, misalnya dalam sebuah konsultasi seorang klien berkata “Apa sih saya Dok, saya khan cuma ibu rumah tangga, saya harus seperti ini, harus seperti itu. Bagaimana cara saya menghadapi masalah?” Ungkapan seperti itu menunjukkan kita seakan-akan tidak mempunyai kemampuan, padahal setelah wawancara seringkali kita bertemu yang katanya dia hanya seorang ibu rumah tangga sudah menyelesaikan banyak hal terkait permasalahan kehidupan yang pernah dihadapi. Kebalikan dari “Minimizing” adalah “Maximazing” yakni membesar-besarkan masalah.

Seringkali klien datang pada saya sudah dengan ungkapan “Hidup saya hancur”. Ketika kami melakukan wawancara ternyata yang dimaksud hidupnya hancur adalah pekerjaannya menemui halangan. Ia lupa bahwa keluarganya sehat, fisiknya sehat, dan banyak hal yang bisa disyukuri. Jadi, kita yang masih suka membesarkan masalah.

Itu adalah contoh beberapa pikiran negatif. Untuk mengenali hal ini seringkali masih cukup sulit. Yang mudah misalnya kita harus jeda ketika kita mengalami masalah dan mulai mengenali pikiran-pikiran negatif seperti contoh di atas. Kalau itu masih sulit, ada baiknya kita melatih cara mengenalinya misalnya ketika kita menghadapi masalah kita bisa menulis apa yang kita rasakan. Atau, jika malas menulis kita bisa bicarakan masalah kita. Dalam satu hari di waktu akhir kita bisa mengevaluasi kembali dan mengenali apakah ada pikiran negatif atau tidak. Kita sesungguhnya bisa menjalani hidup lebih optimal tanpa pikiran-pikiran negatif. Ayo, kenali pikiran-pikiran negatif dan pada tulisan berikutnya saya akan berbagai bagaimana cara menghalau pikiran-pikiran negatif. Salam Mantap Jiwa! (Dokter Rai).

Itu adalah contoh beberapa pikiran negatif. Untuk mengenali hal ini seringkali masih cukup sulit. Yang mudah misalnya kita harus jeda ketika kita mengalami masalah dan mulai mengenali pikiran-pikiran negatif seperti contoh di atas. Kalau itu masih sulit, ada baiknya kita melatih cara mengenalinya misalnya ketika kita menghadapi masalah kita bisa menulis apa yang kita rasakan. Atau, jika malas menulis kita bisa bicarakan masalah kita. Dalam satu hari di waktu akhir kita bisa mengevaluasi kembali dan mengenali apakah ada pikiran negatif atau tidak. Kita sesungguhnya bisa menjalani hidup lebih optimal tanpa pikiran-pikiran negatif. Ayo, kenali pikiran-pikiran negatif dan pada tulisan berikutnya saya akan berbagai bagaimana cara menghalau pikiran-pikiran negatif. Salam Mantap Jiwa! (Dokter Rai).

Leave a Reply